Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Almuzzammil
Yusuf menerangkan temuan penting kasus penanganan terorisme yang dilakukan oleh
Detasemen Khusus (Densus) 88 dari Panitia Kerja DPRD Poso. Menurutnya perlu ada
evaluasi dan pengawasan terhadap penanganan terorisme yang dilakukan oleh
Densus 88.
“Kami sudah mendengar penjelasan
dari pihak Kapolda Sulawesi Tengah, tokoh agama, dan Panja DPRD Poso yang sudah
bekerja sejak Januari 2013. Temuan mereka cukup lengkap dan representatif. Hasil
kunker ini akan disatukan dengan laporan tim Komisi 3 yang berangkat ke Dompu
NTB terkait korban penembakan dan penahanan oleh Densus 88 yang diduga teroris.
”Terang Ketua Rombongan Kunker Komisi III DPR RI ini di Palu, 2 April 2012.
Dari informasi panja tersebut,
Muzzammil mendapatkan informasi bahwa Kasus Poso ini membesar karena penanganan
terorisme yang dilakukan Densus 88 cenderung berlebihan dan demonstratif.
Dampaknya mayoritas masyarakat umum yang tidak terlibat menjadi antipati
terhadap Polri.
“Hal ini disebabkan karena
pendekatan yang digunakan oleh Densus dalam penanganan terorisme cenderung
refresif dan terkesan main tangkap dan main tembak tanpa proses hukum yang adil
dan transparan.” Jelasnya.
Menurut Muzzammil, temuan Panja
DPRD Poso ini membuktikan bahwa kasus di Poso bukan lagi masalah konflik Muslim
dan non Muslim tapi konflik sekarang justru lebih dipicu antara kelompok
tertentu dengan aparat kepolisian.”Kalaupun ada pengaruhnya kecil,” ujarnya.
Menurut para tokoh masyarakat dan
anggota DPRD di Palu, kata Muzzammil, Poso sengaja dicitrakan sebagai pusat
terorisme dan dijadikan sebagai pusat instabilitas yang permanen oleh pihak
asing.” Mereka mendukung pemberantasan terorisme tapi mereka meminta agar
julukan poso sebagai pusat terorisme dihapus dari wacana publik.” jelasnya.
Muzzammil menyarankan agar Presiden
SBY dan Kapolri melakukan evaluasi yang komprehensif dalam penanganan terorisme
oleh Densus 88 agar tidak banyak korban berjatuhan. Jika tidak segera
dievaluasi dampak kerja Densus 88 akan menjadi beban polisi lokal yang disikapi
antipati oleh masyarakat sehingga hubungan mereka menjadi tegang.
“Evaluasi terpenting adalah
pendekatan kekerasan yang main tembak harus diganti dengan pendekatan persuasif
dan simpatik, dialogis, pendekatan kesejahteraan, dan pelurusan pemahaman agama
yang dikedepankan sehingga bisa merebut simpati mayoritas masyarakat yang tidak
terlibat dalam memberantas terorisme.” Paparnya.
Selain itu, menurut politisi PKS asal
Lampung ini, pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, aparat penegak
hukum harus bekerjasama dalam membina masyarakat dan mensosialisasikan
pemahaman Islam yang rahmatan lil alamin. “Tanpa melibatkan mereka semua
pemberantasan terorisme yang refresif akan melahirkan perlawanan yang lebih
besar, terutama dari umat Islam.”tegasnya.
(fraksipks.or.id)
Post a Comment