Berikut
ini adalah amalan yang sesuai sunah Nabi, baik sunah qauliyah dan fi’liyah
yang bisa kita lakukan selama bulan Ramadhan.
1. Bersahur
Dalilnya:
Dari Anas
bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
تَسَحَّرُوا
فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Bersahurlah
kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” (HR. Bukhari No. 1923,
Muslim No. 1095)
Syaikh
Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
وقد أجمعت
الامة على استحبابه، وأنه لا إثم على من تركه
Umat telah
ijma’ atas kesunahannya, dan tidak berdosa meninggalkannya. (Fiqhus
Sunnah, 1/455)
Beliau
menambahkan:
وسبب
البركة: أنه يقوي الصائم، وينشطه، ويهون عليه الصيام.
Sebab
keberkahannya adalah karena sahur dapat menguatkan orang yang berpuasa,
menggiatkannya, dan membuatnya ringan menjalankannya. (Ibid, 1/456)
Keutamaannya:
Dari Abu
Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
السَّحُورُ
أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوهُ، وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً
مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
الْمُتَسَحِّرِينَ
Makan
sahur adalah berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya, walau kalian hanya
meminum seteguk air, karena Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikat
mendoakan orang yang makan sahur. (HR. Ahmad No. 11086, Syaikh Syu’aib
Al-Arnauth mengatakan: sanadnya shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad
No. 11086)
Dari Amru
bin Al-‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
فَصْلُ
مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُور
“Perbedaan
antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.” (HR. Muslim
No. 1096)
Dari
hadits dua ini ada beberapa faedah:
- Anjurannya begitu kuat, sampai nabi meminta untuk jangan ditinggalkan
- Sahur sudah mencukupi walau dengan seteguk air minum
- Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikat mendoakan (bershalawat) kepada yang makan sahur
- Orang kafir Ahli Kitab juga berpuasa, tapi tanpa sahur
- Berpuasa tanpa sahur secara sengaja dan terus menerus adalah menyerupai Ahli kitab
Disunnahkan
menta’khirkan sahur:
Dari
‘Amru bin Maimun Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كان أصحاب
محمد صلى الله عليه و سلم أعجل الناس إفطارا وأبطأهم سحورا
Para
sahabat Muhammad SAW. adalah manusia yang paling bersegera dalam berbuka
puasa, dan paling akhir dalam sahurnya. (HR. Al-Baihaqi dalam As Sunan
Al-Kubra No. 7916. Al-Faryabi dalam Ash Shiyam No. 52. Ibnu Abi
Syaibah dalam Al-Mushannaf No. 9025)
Imam
An-Nawawi mengatakan: “sanadnya shahih.” (Lihat Al-Majmu’ Syarh
Al-Muhadzdzab, 6/362), begitu pula dishahihkan oleh Imam Ibnu Abdil
Bar, bahkan menurutnya keshahihan hadits tentang bersegera buka puasa dan
mengakhirkan sahur adalah mutawatir. (Lihat Imam Al-‘Aini, ‘Umdatul
Qari, 17/9. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/199)
2. Tadarus Al-Quran dan Mengkhatamkannya
Bulan
Ramadhan adalah bulan yang amat erat hubungannya dengan Al-Quran, karena saat
itulah Al-Quran diturunkan.[1] Oleh karenanya aktifitas
bertadarus (membaca sekaligus mengkaji) adalah hal yang sangat utama saat itu,
dan telah menjadi aktivitas utama sejak masa Nabi SAW. dan generasi
terbaik.
Ibnu
‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan:
وَكَانَ
جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
Jibril
menemuinya pada tiap malam-malam bulan Ramadhan, dan dia (Jibril) bertadarus
Al-Quran bersamanya. (HR. Bukhari No. 3220)
Faedah dalam
hadits ini adalah:
- Rasulullah SAW. juga melakukan tadarus Al-Quran bersama Malaikat Jibril
- Beliau melakukannya setiap malam, dan dipilihnya malam karena waktu tersebut biasanya waktu kosong dari aktifitas keseharian, dan malam hari suasana lebih kondusif dan khusyu.’
Bukan
hanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi ini juga perilaku para
sahabat dan generasi setelah mereka.
Imam
An-Nawawi Rahimahullah menceritakan dalam kitab At Tibyan fi Aadab
Hamalatil Quran, bahwa diriwayatkan oleh As Sayyid Al-Jalil Ahmad Ad
Dawraqi dengan sanadnya, dari Manshur bin Zaadaan, dari para ahli ibadah
tabi’in – semoga Allah meridhainya- bahwasanya pada bulan Ramadhan dia
mengkhatamkan Al-Quran antara Zhuhur dan Ashar, dan juga mengkhatamkan antara
Maghrib dan Isya, dan mereka mengakhirkan Isya hingga seperempat malam.
Imam Abu
Daud meriwayatkan dengan sanad yang shahih, bahwa Mujahid mengkhatamkan
Al-Quran antara Maghrib dan Isya. Dari Manshur, katanya bahwa Al-Azdi
mengkhatamkan Al-Quran setiap malam antara Maghrib dan Isya pada bulan
Ramadhan.
Ibrahim
bin Sa’ad menceritakan: bahwa ayahku kuat menahan duduk dan sekaligus
mengkhatamkan Al-Quran dalam sekali duduk. Ada pun yang sekali khatam dalam
satu rakaat shalat tidak terhitung jumlahnya karena banyak manusia yang
melakukannya, seperti Utsman bin ‘Affan, At Tamim Ad Dari, Sa’id bin Jubeir
–semoga Allah meridhai mereka- yang khatam satu rakaat ketika shalat di dalam
Ka’bah.
Ada juga
yang khatam dalam sepekan, seperti Utsman bin ‘Affan, Ibnu Mas’ud, Zaid bin
Tsabit, Ubai bin Ka’ab, dan segolongan tabi’in seperti Abdurrahman bin Yazid,
Al-Qamah, dan Ibrahim – semoga Allah merahmati mereka semua. (Lengkapnya lihat
Imam An-Nawawi, At Tibyan, Hal. 60-61)
Catatan kaki:
[1] Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman:
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). (Al-Baqarah (2): 185)
Tepatnya,
Al-Quran diturunkan selama dua tahap sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Abbas dan Asy
Sya’bi Radhiallahu ‘Anhuma. (Rinciannya lihat dalam Tafsir Imam Ibnu
Jarir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan, 24/531-532)
Tahap
pertama, pada malam qadar (Lailatul Qadr) Al-Quran diturunkan dalam satu
kesatuan dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia. Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman:
إِنَّا
أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada Lailatul Qadar (malam kemuliaan).” (Al-Qadr: 1)
Tahap
kedua diturunkan secara bertahap, sejak 17 Ramadhan, hal ini diterangkan oleh
ayat:
وَاعْلَمُوا
أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي
الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ
آَمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ
يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Ketahuilah,
Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka
Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim,
orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada
apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu
di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(Al-Anfal: 41)
Imam Ibnu
Jarir Rahimahullah meriwayatkan demikian:
قال الحسن
بن علي بن أبي طالب رضي الله عنه: كانت ليلة “الفرقان يوم التقى الجمعان”، لسبع
عشرة من شهر رمضان.
“Berkata Al-Hasan bin Abi Thalib Radhiallahu
‘Anhu: Adalah ‘malam Al-Furqan hari di mana bertemunya dua pasukan’ terjadi
pada 17 Ramadhan.” (Jami’ Al-Bayan, 13/562. Muasasah Ar-Risalah)(ustadz Farid Nu'man - dakwatuna.com)
Post a Comment