Di tengah menyeruaknya polemik perda syariah,
Jazuli Juwaini, Wakil Ketua Komisi VIII angkat bicara. Menurutnya, dalam
kontruksi pembentukan peraturan perundang-undangan di negara indonesia tidak
dikenal "perda syariah", karena indonesia bukan negara agama. Hal ini
perlu diluruskan, karena isunya selalu terkesan negatif ketika menyebut
"perda syariah". Bahkan, bagi sebagian orang, nilai agama sering
dibenturkan dengan kepentingan bangsa dan negara. Padahal, dasar negara kita
Pancasila dimana sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang maknanya
setiap agama dapat mengaktualisasikan nilai-nilai agama sesuai keyakinan dan
kepercayaannya masing-masing.
“Artinya, nilai-nilai agama di Indonesia sudah
seharusnya menjadi basis moralitas publik yang menjadi solusi berbagai macam
persoalan bangsa. Pemberantasan korupsi misalnya, tidak akan berjalan efektif
jika setiap individu tidak ditanamkan moralitas agama sejak dini.
Sehingga bicara bicara syariat islam itu sejatinya luhur, indah, dan
pasti rahmatan lilalamin," ungkap Jazuli di Gedung DPR.
Jazuli menyarankan daripada menyeret-nyeret
'embel-embel' syariah terhadap perda yang atau kontroversi, lebih baik fokus
pada subtansinya apakah mengandung diskriminasi atau pelanggaran kepentingan
umum. "Sebut saja perda-perda yang terindikasi diskriminatif. Saya kira
ini jauh lebih baik dan objektif," tegasnya.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan
ini menyatakan bahwa dari sekian banyak perda yang dinilai bernuansa syariat
ternyata setelah dibaca pada umumnya mengatur ketertiban umum, sopan
santun/etika publik, adat istiadat/budaya luhur, larangan perilaku asusila, dan
antisipasi tindak kejahatan. "Kalau subtansinya demikian, tentu seharusnya
semua agama punya konsen yang sama, semua agama mengajarkan hal yang sama, jadi
bukan hanya domain (syariat) Islam," tegas Jazuli.
Hanya saja, sambung Jazuli, mungkin sejumlah
subtansi dari perda-perda tersebut dipersepsi diskriminatif oleh sebagian
pihak. "Nah, yang demikian jangan kemudian langsung distigmatisasi sebagai
perda syariah. Tentu ini sangat bias dan merugikan umat islam. Sebut saja perda
dimaksud subtansinya diskriminatif," ungkapnya.
Untuk perda-perda diskriminatif dan melanggar
kepentingan umum, menurut Anggota FPKS ini, tersedia ruang evaluasi oleh
pemerintah maupun publik melalui uji materi. "Jangan isunya dikembangkan
yang justru berdampak pada mendeskriditkan syariat Islam atau ajaran agama manapun,"
pungkas Jazuli.
Sumber: http://www.pks.or.id/content/jazuli-juwaini-penyebutan-perda-syariah-tidak-tepat