Tak terasa kita telah memasuki bulan Sya’ban.
Sebentar lagi kita akan kedatangan bulan Ramadhan. Setelah sekian lama
berpisah, kini Ramadhan kembali akan hadir di tengah-tengah kita. Bagi seorang
muslim, tentu kedatangan bulan Ramadhan akan disambut dengan rasa gembira dan
penuh syukur, karena Ramadhan merupakan bulan maghfirah, rahmat dan
menuai pahala serta sarana menjadi orang yang muttaqin.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita melakukan
persiapan diri untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan, agar Ramadhan kali
ini benar-benar memiliki nilai yang tinggi dan dapat mengantarkan kita menjadi
orang yang bertaqwa.
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini
bukanlah dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar
untuk persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan
dengan mengikuti berbagai program acara televisi yang lebih banyak merusak dan
melalaikan manusia dari mengingat Allah Swt dari pada manfaat yang diharapkan,
itupun kalau ada manfaatnya. Bukan pula pergi ke pantai menjelang Ramadhan
untuk rekreasi, makan-makan dan bermain-main.

Pertama, berdoa
kepada Allah Swt, sebagaimana yang dicontohkan para ulama salafusshalih.
Mereka berdoa kepada Allah Swt dengan sungguh-sungguh agar dipertemukan dengan
bulan Ramadhan sejak enam bulan sebelumnya dan selama enam bulan berikutnya
mereka berdoa agar puasanya diterima Allah Swt, karena berjumpa dengan bulan
ini merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh
Allah Swt. Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya para salaf berdoa kepada
Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan
Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan berikutnya agar
Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka kerjakan” (Lathaif Al-Ma’aarif:
174)
Di antara doa mereka itu adalah: ”Ya Allah,
serahkanlah aku kepada Ramadhan dan serahkan Ramadhan kepadaku dan Engkau
menerimanya kepadaku dengan kerelaan”. Dan doa yang populer: ”Ya
Allah, berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada
bulan Ramadhan”.
Kedua,
menuntaskan puasa tahun lalu. Sudah seharusnya kita mengqadha puasa
sesegera mungkin sebelum datang Ramadhan berikutnya. Namun kalau seseorang
mempunyai kesibukan atau halangan tertentu untuk mengqadhanya seperti seorang
ibu yang sibuk menyusui anaknya, maka hendaklah ia menuntaskan hutang puasa
tahun lalu pada bulan Sya’ban. Sebagaimana Aisyah r.a tidak bisa mengqadha
puasanya kecuali pada bulan Sya’ban. Menunda qadha puasa dengan sengaja
tanpa ada uzur syar’i sampai masuk Ramadhan berikutnya adalah
dosa, maka kewajibannya adalah tetap mengqadha, dan ditambah kewajiban
membayar fidyah menurut sebagian ulama.
Ketiga, persiapan
keilmuan (memahami fikih puasa). Mu’adz bin Jabal r.a berkata: ”Hendaklah
kalian memperhatikan ilmu, karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah”.
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengomentari atsar diatas, ”Orang yang
berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak amal, dan
hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya”.
Oleh karena itu, suatu amal perbuatan tanpa
dilandasi ilmu, maka kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya. Maka dalam
hal ini, hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui cara berpuasa yang benar
sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw. Begitu juga ilmu sangat diperlukan dalam
melaksanakan ibadah lainnya seperti wudhu, shalat, haji dan sebagainya.
Maka, menjelang Ramadhan ini sudah sepatutnya kita untuk membaca buku fiqhus
shiyam (fikih puasa) dan ibadah lain yang berkaitan dengan Ramadhan seperti
shalat tarawih, i’tikaf dan membaca al-Quran.
Kempat,
persiapan jiwa dan spiritual. Persiapan yang dimaksud di sini adalah
mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa dan
ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya, yaitu
dengan hati yang ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan
sunnah Rasulullah Saw.
Persiapan jiwa dan spiritual merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan dalam upaya untuk memetik manfaat sepenuhnya dari
ibadah puasa. Penyucian jiwa (Tazkiayatun nafs) dengan berbagai amal
ibadah dapat melahirkan keikhlasan, kesabaran, ketawakkalan, dan amalan-amalan
hati lainnya yang akan menuntun seseorang kepada jenjang ibadah yang
berkualitas. Salah satu cara untuk mempersiapkan jiwa dan spritual untuk
menyambut Ramadhan adalah dengan jalan melatih dan memperbanyak ibadah di bulan
sebelumnya, minimal di bulan Sya’ban ini seperti memperbanyak puasa Sunnat.
Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban merupakan
sunnah Rasul saw. Aisyah ra, ia berkata, “Aku belum pernah melihat Nabi saw
berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat
Nabi saw berpuasa sebanyak yang ia lakukan di bulan Sya’ban. (HR. Bukhari
dan Muslim). Dalam riwayat lain, dari Usamah bin Zaid r.a ia berkata, aku
bertanya, “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa pada
bulan-bulan lain yang sesering pada bulan Sya’ban”. Beliau bersabda,
“Itu adalah bulan yang diabaikan oleh orang-orang, yaitu antara bulan Ra’jab
dengan Ramadhan. Padahal pada bulan itu amal-amal diangkat dan dihadapkan
kepada Rabb semesta alam, maka aku ingin amalku diangkat ketika aku sedang
berpuasa.” (HR. Nasa’i dan Abu Daud serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Adapun pengkhususan puasa dan shalat sunat seperti
shalat tasbih pada malam nisfu sya’ban (pertengahan Sya’ban) dengan
menyangka bahwa ia memiliki keutamaan, maka hal itu tidak ada dalil shahih
yang mensyariatkannya. Menurut para ulama besar, dalil yang dijadikan sandaran
mengenai keutamaan nisfu sya’ban adalah hadits dhaif (lemah) yang
tidak bisa dijadikan hujjah dalam persoalan ibadah, bahkan maudhu’ (palsu).
Oleh Sebab itu, Imam Ibnu Al-Jauzi memasukkan hadits-hadits mengenai
keutamaan nishfu Sya’ban ke dalam kitabnya Al-Maudhu’at (hadits-hadits
palsu).
Al-Mubarakfuri berkata, “Saya tidak mendapatkan
hadits marfu’ yang shahih tentang puasa pada pertengahan bulan
Sya’ban. Adapun hadits keutamaan nisfu Sya’ban yang diriwayatkan oleh
Ibnu Majah saya telah mengetahui bahwa hadits ini adalah hadits sangat lemah”
(Tuhfah Al-Ahwazi: 3/444).
Syaikh Shalih bin Fauzan berkata, “Adapun
hadits-hadits yang terdapat dalam masalah ini, semuanya adalah hadits palsu
sebagaimana dikemukakan oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang yang memiliki
kebiasaan berpuasa pada ayyamul bidh (tanggal 14, 15, 16), maka ia boleh
melakukan puasa pada bulan Sya’ban seperti bulan-bulan lainnya tanpa
mengkhususkan hari itu saja.”
Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Mengkhususkan puasa
pada hari nisfu Sya’ban dengan menyangka bahwa hari-hari tersbut
memiliki keutamaan dari pada hari lainnya, tidak memiliki dalil yang shahih”
(Fiqh As-Sunnah: 1/416).
Kelima, persiapan
dana (finansial). Sebaiknya aktivitas ibadah di bulan Ramadhan harus lebih
mewarnai hari-hari ketimbang aktivitas mencari nafkah atau yang lainnya. Pada
bulan ini setiap muslim dianjurkan memperbanyak amal shalih seperti infaq,
shadaqah dan ifthar (memberi bukaan). Karena itu, sebaiknya dibuat sebuah
agenda maliah (keuangan) yang mengalokasikan dana untuk shadaqah, infaq
serta memberi ifhtar selama bulan ini. Moment Ramadhan merupakan moment
yang paling tepat dan utama untuk menyalurkan ibadah maliah kita. Ibnu
Abbas r.a berkata, ”Nabi Saw adalah orang yang paling dermawan, dan beliau
lebih dermawan pada bulan Ramadhan.” (H.R Bukhari dan Muslim). Termasuk
dalam persiapan maliah adalah mempersiapkan dana agar dapat beri’tikaf
dengan tanpa memikirkan beban ekonomi untuk keluarga.
Keenam, persiapan
fisik yaitu menjaga kesehatan. Persiapan fisik agar tetap sehat dan kuat di
bulan Ramadhan sangat penting. Kesehatan merupakan modal utama dalam beribadah.
Orang yang sehat dapat melakukan ibadah dengan baik. Namun sebaliknya bila
seseorang sakit, maka ibadahnya terganggu. Rasul saw bersabda, “Pergunakanlah
kesempatan yang lima sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum masa tuamu,
masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa
luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.”
(HR. Al-Hakim) Maka, untuk meyambut Ramadhan kita harus menjaga kesehatan dan
stamina dengan cara menjaga pola makan yang sehat dan bergizi, dan istirahat
cukup.
Ketujuh,
menyelenggarakan tarhib Ramadhan. Disamping persiapan secara individual,
kita juga hendaknya melakukan persiapan secara kolektif, seperti melakukan tarhib
Ramadhan yaitu mengumpulkan kaum muslimin di masjid atau di tempat lain
untuk diberi pengarahan mengenai puasa Ramadhan, adab-adab, syarat dan
rukunnya, hal-hal yang membatalkannya atau amal ibadah lainnya.
Menjelang bulan Ramadhan tiba, Rasul saw memberikan
pengarahan mengenai puasa kepada para shahabat. Beliau juga memberi kabar
gembira akan kedatangan bulan Ramadhan dengan menjelaskan berbagai
keutamaannya. Abu Hurairah ra berkata, “menjelang kedatangan bulan Ramadhan,
Rasulullah saw bersabda, “Telah datang kepada kamu syahrun mubarak (bulan
yang diberkahi). Diwajibkan kamu berpuasa padanya. Pada bulan tersebut
pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, syaithan-syaithan
dibelunggu. Padanya juga terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu
bulan, barangsiapa yang terhalang kebaikan pada malam itu, maka ia telah
terhalang dari kebaikan tersebut.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi).
Selain itu, banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan
Ramadhan. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah saw untuk memberi motivasi dan
semangat kepada para sahabat dan umat Islam setelah mereka dalam beribadah di
bulan Ramadhan.
Akhirnya, penulis mengajak seluruh umat Islam
khususnya di Aceh untuk menyambut bulan Ramadhan yang sudah di ambang pintu ini
dengan gembira dan mempersiapkan diri untuk beribadah dengan optimal.
Selain itu kita berharap kepada Allah Swt agar ibadah kita diterima, tentu
dengan ikhlas dan sesuai Sunnah Rasul saw. Semoga kita dipertemukan dengan
Ramadhan dan dapat meraih berbagai keutamaannya.
(Muhammad Yusran Hadi, Lc. MA. – dakwatuna.com)
Post a Comment