Dakwah
memang akan membuat sebagian orang marah. Mereka adalah orang-orang yang
kepentingannya terganggu ketika kemaksiatan diminimalisir dan dihilangkan
dengan hadirnya dakwah. Apapun akan mereka lakukan untuk menghadang laju
dakwah, termasuk di antaranya menyebarkan syubuhat sehingga orang-orang tidak
lagi simpati dengan pribadi para aktivis dakwah. Kalau sudah demikian, apakah
para aktivis dakwah harus mlempem dan tidak percaya diri? Ada baiknya
kita lihat lagi siapa diri kita menurut Allah swt. dan Rasul-Nya berikut ini:
Imam Syahid
Hasan Al-Banna mengomentari ayat ini, “Maksud ayat ini, Al-Qur’an menunjuk
umat Islam sebagai pemegang wasiat (hak asuh) bagi seluruh umat manusia, karena
mereka masih kanak-kanak. Al-Qur’an juga memberikan umat Islam hak untuk
menguasai dunia ini dalam rangka mensukseskan tugas mengasuh ini. Karena yang
pantas mengasuh mereka adalah kita, bukan orang-orang Barat; dengan peradaban
Islam, bukan peradaban materialisme.”
Manusia
Hanyalah Anak Kecil, Dai-lah Pengasuhnya
Kalau
ditinggal mati orangtuanya, seorang anak kecil harus dititipkan dan diasuh oleh
orang lain yang diyakini bisa menjaga dan memeliharanya. Karena anak kecil
tidak bisa mengurus dirinya, membelanjakan hartanya, menentukan yang baik dan
buruk bagi dirinya.
Allah swt.
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ. وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا
جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ
سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا
عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا
الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى
وَنِعْمَ النَّصِيرُ. [الحج:77-78]
“Hai
orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu
pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini, supaya
Rasul itu menjadi percontohan atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi
percontohan atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat
dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah
sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” [Al-Hajj: 77-78].

Seorang
pemegang hak asuh harus meyakini bahwa orang yang sedang diasuhnya adalah anak
kecil. Dia harus yakin bahwa dia lebih mengetahui mana yang baik dan mana yang
buruk daripada anak kecil itu. Dia juga harus memaklumi kalau anak kecil itu
kadang-kadang berbuat iseng kepadanya; pengetahuannya yang terbataslah
yang membuatnya melawan, bukan karena dia lebih pintar daripada pemegang hak
asuh.
Manusia
Menuju Kehancuran, Dailah Penyelamatnya
Senada
dengan hal di atas, seorang dai adalah penyelamat umat manusia yang berada di
ambang kebinasaan. Rasulullah saw. Bersabda:
إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ النَّاسِ
كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ جَعَلَ
الْفَرَاشُ وَهَذِهِ الدَّوَابُّ الَّتِي تَقَعُ فِي النَّارِ يَقَعْنَ فِيهَا
فَجَعَلَ يَنْزِعُهُنَّ وَيَغْلِبْنَهُ فَيَقْتَحِمْنَ فِيهَا فَأَنَا آخُذُ
بِحُجَزِكُمْ عَنْ النَّارِ وَهُمْ يَقْتَحِمُونَ فِيهَا
“Perumpaanku
adalah seperti seseorang yang menyalakan api unggun. Setelah api menyala,
banyak serangga (laron) yang berhamburan menghinggapinya. Orang itu menghalau
binatang-binatang itu agar tidak masuk ke dalam api. Tapi binatang-binatang itu
tidak mau dihalau, dan tetap ingin masuk ke dalam api. Maka akhirnya mereka
masuk api. Demikianlah, aku menghalau kalian dari masuk api neraka.” [HR. Bukhari dan Muslim].
Seorang dai
diibaratkan sebagai orang yang menyelamatkan serangga dari masuk ke dalam api.
Orang itu mengetahui dengan pasti bahwa api itu akan membinasakan serangga yang
memasukinya. Sungguh dia merasa kasihan kepada serangga itu kalau sampai
binasa. Tapi serangga tidak mengetahui hal tersebut. Serangga menyangka bahwa
api adalah sesuatu yang indah, menarik, dan membahagiakan. Kebodohannya inilah
yang membuatnya berusaha dan memaksa untuk memasuki api. Bahkan tak jarang,
serangga itu akan menggigit orang tersebut, menuduh telah menghalang-halanginya
mencapai kenikmatan dan kebahagiaannya.
Sungguh
ironis, seorang dai bermaksud baik kepada orang lain, tapi orang tersebut malah
mengumpat, mencaci, menghina, dan menyakiti dai tersebut. Dalam kondisi ini
apakah seorang dai boleh merasa terhina? Tentu tidak boleh. Sama halnya dengan
orang yang menghalangi serangga masuk ke dalam api, lalu digigit serangga
tersebut, apakah dia harus merasa terhina dan rendah diri? Bukankah serangga
itu tetaplah hewan yang bodoh dan tidak tahu kemashlahatannya? Bukankah orang
tersebut tetap merasa sebagai seorang manusia, yang jelas mengetahui dengan
penuh keyakinan bahwa api adalah panas dan membakar? Bukankah orang itu malah
merasa sayang dan kasihan kepada binatang karena kebodohannya?
Hal inilah
yang dilakukan Rasulullah saw. dalam sebuah peperangan. Ketika itu gigi Rasulullah
saw. tanggal, dan keningnya berdarah. Ada seorang sahabat berkata kepada
beliau, “Wahai Rasulullah, kutuklah orang-orang kafir tersebut.” Namun
beliau berkata:
إن الله تعالى لم يبعثني طعانا ولا
لعانا ، ولكن بعثني داعية ورحمة ، اللهم اهد قومي فإنهم لا يعلمون
“Sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mengutusku untuk banyak mencela dan melaknat. Allah swt.
mengutusku sebagai da’i dan pembawa rahmat. Ya Allah, berilah petunjuk kepada
kaumku, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak tahu.” [HR. Baihaqi]
(Moh. Sofwan Abbas)
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/12/11/43313/mereka-ingin-dai-tidak-percaya-diri/#ixzz2nA4c9nE