Anak
laki-laki/ilustrasi
Keluarga
seperti apa yang memicu anak laki-laki memiliki sifat perempuan? Psikolog Elly
Risman menjelaskan, ayah yang kurang terlibat dalam pengasuhan membuat si
buyung kesulitan melakukan identifikasi seks sejenis. Proses pengenalan diri
sebagai laki-laki ini berlangsung mulai usia tujuh tahun.
Anak harusnya lebih dekat dengan orang tua berjenis kelamin sama dengannya.
Anak laki-laki mesti sangat akrab dengan ayah dan anak perempuan dengan ibu.
Tanpa keberadaan ayah di sisinya, anak laki-laki akan kehilangan sosok untuk
ditiru.
Jika anak lebih dekat dengan ibunya, ia bisa keliru mengidentifikasi diri. Ibu
dan ayah memiliki karakteristik berbeda. Ini karena pengaruh otak ayah dan ibu.
Ayah adalah laki-laki yang lebih cenderung menggunakan otak kiri, ibu memakai otak
kanan. Saat berbicara, ibu terbiasa panjang lebar. Ayah berbicara singkat, tapi
padat. Anak laki-laki yang terbiasa dengan ibunya akan berbicara panjang
mengikuti sang ibu. Ia gagal meniru bicara singkat seperti ayahnya. “Anak
laki-laki yang terlalu dekat dengan ibu nantinya lebih banyak menggunakan otak
kanan, seperti ibunya,” tutur Elly.
Agar anak tumbuh sesuai kodratnya, ayah mesti terlibat aktif dalam pengasuhan
anak. Ayah harus memberikan perhatian penuh pada anak laki-lakinya. Bukan
sekadar menanyakan pengalaman harian si kecil, ayah juga mesti sering bermain
dengannya.
Ayah bertugas mengajari anak lelakinya untuk shalat. Dia pula yang mestinya
menemani si buyung belajar dan makan bersamanya. “Tutup laptop, matikan telepon
genggam, sejenak tinggalkan pekerjaan, dan mulai dekatkan diri dengan anak,
terutama anak laki-laki,’’ saran Elly.
Anak laki-laki yang kurang dekat dengan ayahnya cenderung lebih mudah
terpengaruh oleh lingkungan. Andaikan di pergaulannya terdapat teman yang
berorientasi seksual menyimpang, anak tak terlalu pakem remnya untuk tidak
mengikuti. Untuk memulihkan anak kepada kodratnya, masyarakat dan orang tua
harus bersedia mengambil peran.
Tak jarang, anak memerlukan psikoterapi untuk mengembalikan anak pada
kelaki-lakiannya. Selain itu, banyak hal lain yang dapat dilakukan. “Seperti,
menjauhkan anak dari pertemanannya, mengganti aktivitasnya, dan modifikasi
lingkungan,” papar Elly.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/12/12/20/mfb4cd-supaya-si-anak-cowok-tidak-melambai-simak-ini-dulu
Anak harusnya lebih dekat dengan orang tua berjenis kelamin sama dengannya. Anak laki-laki mesti sangat akrab dengan ayah dan anak perempuan dengan ibu. Tanpa keberadaan ayah di sisinya, anak laki-laki akan kehilangan sosok untuk ditiru.
Jika anak lebih dekat dengan ibunya, ia bisa keliru mengidentifikasi diri. Ibu dan ayah memiliki karakteristik berbeda. Ini karena pengaruh otak ayah dan ibu.
Ayah adalah laki-laki yang lebih cenderung menggunakan otak kiri, ibu memakai otak kanan. Saat berbicara, ibu terbiasa panjang lebar. Ayah berbicara singkat, tapi padat. Anak laki-laki yang terbiasa dengan ibunya akan berbicara panjang mengikuti sang ibu. Ia gagal meniru bicara singkat seperti ayahnya. “Anak laki-laki yang terlalu dekat dengan ibu nantinya lebih banyak menggunakan otak kanan, seperti ibunya,” tutur Elly.
Agar anak tumbuh sesuai kodratnya, ayah mesti terlibat aktif dalam pengasuhan anak. Ayah harus memberikan perhatian penuh pada anak laki-lakinya. Bukan sekadar menanyakan pengalaman harian si kecil, ayah juga mesti sering bermain dengannya.
Ayah bertugas mengajari anak lelakinya untuk shalat. Dia pula yang mestinya menemani si buyung belajar dan makan bersamanya. “Tutup laptop, matikan telepon genggam, sejenak tinggalkan pekerjaan, dan mulai dekatkan diri dengan anak, terutama anak laki-laki,’’ saran Elly.
Anak laki-laki yang kurang dekat dengan ayahnya cenderung lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan. Andaikan di pergaulannya terdapat teman yang berorientasi seksual menyimpang, anak tak terlalu pakem remnya untuk tidak mengikuti. Untuk memulihkan anak kepada kodratnya, masyarakat dan orang tua harus bersedia mengambil peran.
Tak jarang, anak memerlukan psikoterapi untuk mengembalikan anak pada kelaki-lakiannya. Selain itu, banyak hal lain yang dapat dilakukan. “Seperti, menjauhkan anak dari pertemanannya, mengganti aktivitasnya, dan modifikasi lingkungan,” papar Elly.