Keagungan Gerbang Islam

Allah memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara kaaffah. Jika Islam diibaratkan sebagai rumah atau bangunan, maka untuk memasukinya akan melalui suatu gerbang, yaitu dua kalimat syahadat atau syahadatain. Pemahaman Islam yang benar pun akan dimulai dari pemahaman kalimat syahadat itu. Lalu pemahaman yang benar atas kedua kalimat ini akan mengantarkan manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyah) yang benar.
Allah Ta'ala berfirman, "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)" (Al A’raaf: 172)
Sesungguhnya di alam ruh, tiap jiwa telah bersaksi akan keberadaan Allah Ta’ala sebagai Rabb-Nya, mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta alam. Maka ketika mengucap dua kalimat syahadat sesungguhnya seorang manusia sedang memasuki gerbang yang menegaskan kembalinya ia kepada fitrah. Pastilah dua kalimat yang terdengar sederhana ini merupakan sesuatu yang sangat penting sehingga ditetapkan oleh Allah Ta’ala sebagai garis start keislaman seseorang.
Pemahaman terhadap dua kalimat syahadah (syahadatain) sangat penting karena jika tidak memahami hakikat kalimat syahadah, seseorang akan terperosok ke dalam hakikat dari segala kebodohan yaitu kemusyrikan.
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah….. (QS. Muhammad: 19)
Allah menjelaskan kepada kita bahwa dua kalimat syahadah tidak sekadar kalimat untuk diucapkan atau dilafalkan, tetapi seharusnya betul-betul dipahami. Kata fa’lam berarti “maka ketahuilah,…” artinya Allah Ta’ala memerintahkan seorang muslim untuk mengetahui apa makna kalimat Laa Ilaaha Illallah, memahami maksudnya, bukan sekadar mengucapkannya. Keyakinan inilah yang  akan membentuk keyakinan yang bersih dan selamat dari kemusyrikan (salimul aqidah) dalam hati dan menghasilkan amal yang produktif.
Syahadatain terdiri dari kalimat asyhadu allaa ilaaha illallah (Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah) dan asyhadu anna muhammadan rasulullah (Aku bersaksi: sesungguhnya Muhammad Rasul Allah). Kalimat syahadat merupakan proklamasi seorang hamba bahwa ibadah itu hanya milik dan untuk Allah semata (Laa ma’buda illallah), baik secara pribadi maupun kolektif (berjamaah). Maka seorang hamba menjadi merdeka dari segala bentuk kemusyrikan atau kekafiran. Secara hakiki, seorang manusia yang benar syahadatnya hanya mengabdi kepada Allah, bukan mengabdi kepada harta, hawa nafsunya sendiri atau kepada orang lain, misalnya istri,  kepala kantor, presiden, atau raja. Maka ibadahnya, segala perbuatan baik yang dilakukannya dengan ikhlas, ditujukan hanya untuk meraih ridha Allah Ta'ala. Semuanya bukan sekedar untuk mencari pujian atau meraih perhatian makhluk semata-mata.
Para ulama menyimpulkan kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas prinsip kalimat laa ilaaha illallah itulah kita hidup, kita mati dan akan dibangkitkan”.  Keimanan yang kuat, membuat hamba menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya, perintah Allah akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain juga akan membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air yang suci. Allah akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman dengan bersih, yaitu ketenteraman hati karena mendapat petunjuk dari Allah. Sebagaimana Dia berfirman dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Al-An’am: 82).
Kedua, kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita seharusnya mengikuti Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena beliau adalah orang yang paling mengerti cara (kaifiyat) beribadah kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan oleh beliau, “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat…”.
Warisan yang diberikan oleh Rasulullah berupa kata-kata, perbuatan dan sikap beliau dalam menjalani kehidupan merupakan petunjuk praktis terbaik bagi kita untuk memahami Islam. Maka, kita menerima Rasulullah Muhammad sebagai manusia termulia yang menjadi teladan kita dalam segala sisi kehidupan ini. 
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menolong kita untuk taat hingga kembali kepada-Nya dalam husnul khatimah.

( PKS Papua Barat )
Previous Post Next Post