Ada sebuah fenomena yang menarik untuk diamati di
sela-sela banjir yang sedang melanda ibukota dan beberapa daerah lain di negeri
kita. Lebih fokus lagi dapat disebutkan bahwa ini berkaitan dengan sebuah
partai Islam yang bernama PKS. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa sudah menjadi
kebiasaan PKS untuk memberikan layanan kepada saudara-saudara kita se-tanah
air, saat pemilu atau jauh dari pemilu, saat ada musibah atau tidak ada
musibah. Jika saja bumi ini bisa bicara, maka mulai dari nangroe Aceh hingga tanah
Papua pastilah menjadi saksi dari apa yang telah mereka sumbangkan untuk
masyarakat.
Namun tak semua orang merasa nyaman dengan aktivitas
pelayanan PKS. Salah satu contoh nyata yang baru saja terjadi adalah berkaitan
dengan aktivitas partai ini dalam membantu masyarakat yang terkena banjir.
Bagaimana mereka dengan sigap memberikan bantuan yang sederhana namun sangat
dibutuhkan seperti nasi bungkus, air mineral dan lain-lain. Tentu saja sebagian
kader PKS terjun memakai atribut, seragam kepanduan atau membawa bendera. Beragam
respon bermunculan, ada pujian tapi tidak sedikit tuduhan dan celaan
dialamatkan kepada PKS.
Apakah ada yang salah dengan semua ini? Sehingga
banyak orang yang mencemooh, merasa perlu menilai niat mereka dan memberikan
tuduhan-tuduhan yang tidak pantas.
Ini membawa kita pada sebuah kejadian yang telah
berlalu selama berabad-abad. Dalam kitab shahih Muslim diceritakan suatu ketika
salah satu sahabat Rasulullah yang bernama Usamah bin Zaid melakukan ekspedisi
tempur bersama pasukannya. Ia membunuh seseorang yang sebenarnya telah
mengucapkan syahadat sesaat setelah dia telah kalah dalam pertarungan. Ketika
berita ini terdengar, Rasulullah menanyakan masalah ini lalu Usamah menjawab, “Orang
itu mengucapkannya karena takut dibunuh.” Maka Rasulullah sangat marah dan
berkata “Mengapa tidak engkau belah sekalian dadanya?!” (untuk mengetahui niat
orang itu).
Hal ini memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi
kita bahwa mengetahui niat dalam hati seseorang adalah sesuatu yang
sesungguhnya sama sekali di luar kemampuan kita. Niat hanya diketahui oleh si
pelaku amal dan Allah Ta’ala. Ketika kita menuduh (dalam hati sekalipun)
berdasarkan perkiraan pada niat orang lain sesungguhnya kita telah jatuh kepada
buruk sangka (su’uzhon), yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, sebagaimana
disebutkan dalam surat Al Hujurat ayat 12, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
Para ulama menjelaskan bahwa sebagian prasangka yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah buruk sangka kepada orang lain (su’uzhon). Buruk
sangka ini biasanya akan terkait pula dengan perkara-perkara haram yang lain
lagi sebagai turunannya yaitu mencari-cari kesalahan, dan ghibah (menggunjing).
Sebagai akibatnya maka ikatan sosial dalam masyarakat akan menjadi rusak karena
munculnya rasa saling tak percaya dan memudarnya perasaan aman. Bukankah hal ini
yang seringkali kita lihat dalam kehidupan sehari-hari? Inilah akibat dari perbuatan yang amat buruk tersebut
sehingga diumpamakan oleh Allah Ta’ala dengan memakan bangkai, sesuatu yang
menjijikkan.
Lalu bagaimana dengan melakukan amal kebaikan secara
terang-terangan?
Hal yang sering disalah-pahami adalah bahwa
seolah-olah perbuatan baik itu, harus disembunyikan. Bila perbuatan itu
dikerjakan terang-terangan maka otomatis berarti tidak ikhlas. Sesungguhnya ini
adalah pemahaman yang keliru.
Allah Ta’ala berfirman, “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang
hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala
di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.” (Al Baqarah: 274)
Jelas sekali disebutkan dalam ayat ini, bahwa melakukan amal
kebaikan secara terang-terangan pun bisa saja tetap ikhlas karena Allah.
Meskipun beramal dengan tersembunyi mempunyai sebuah manfaat yaitu lebih
menjaga hati dari kemungkinan munculnya penyakit riya’. Contoh lain bisa kita
dapati dalam hadits-hadits Rasulullah yang menjelaskan tentang keutamaan para
sahabat. Kisah yang menceritakan bahwa Abu Bakar ash Shiddiq bersedekah dengan
seluruh hartanya, Umar bin Khathab dengan separuh hartanya, begitu pula Utsman
bin Affan bersedekah dalam jumlah yang sangat besar. Juga kisah sahabat miskin
yang menyedekahkan beberapa butir kurma, karena hanya itu yang ia miliki.
Sampai-sampai sahabat ini dicela oleh orang munafik, karena sedekahnya yang
sangat sedikit dan tidak berharga (dalam pandangan manusia). Semua amal
kebaikan para sahabat yang mulia ini dilakukan dengan terang-terangan.
Lalu kenapa membawa-bawa bendera?
PKS adalah sebuah partai yang bukan hanya sibuk berbicara
dalam tatanan wacana, mengkritik, memprotes, dan mencela kerusakan yang terjadi.
Di tengah kegalauan masyarakat, PKS tentu saja memiliki misi tertentu. Di
antara keutamaan beramal secara terang-terangan adalah dapat memberi contoh
kebaikan. Boleh jadi inilah yang dilakukan oleh PKS. Memberi contoh pada partai
lain bahwa berpolitik itu adalah mengurus dan melayani rakyat, bukan sekedar
memberi janji-janji kosong, merebut atau mempertahankan kekuasaan. Memberi
teladan kepada orang-orang yang menjadi tokoh dan pemimpin masyarakat. Bahwa,
seorang pelayanan pemimpin kepada rakyatnya bukan hanya di belakang meja tapi
juga menuntut konsekuensi melakukan kerja-kerja nyata termasuk berendam di
keruhnya air banjir. Yang tak kalah penting adalah memberi harapan pada
masyarakat akan pentingnya politik yang bersih, peduli, dan profesional. Bahwa tidak semua partai sama, tidak semua aktivitas politik itu kotor, dan bahwa perbaikan negeri ini bagaimanapun hanya akan tuntas dengan melibatkan pelaku politik yang bersih.
PKS pasti ingin meraih dukungan rakyat, apa salah?
Sejak berakhirnya orde baru lebih dari sepuluh tahun
yang lalu, reformasi berjalan dengan tertatih-tatih. Sebagai partai yang lahir
dari rahim reformasi, PKS pasti berkepentingan untuk meraih kemajuan dan
meninggalkan keterpurukan sebagaimana yang berhasil dilakukan oleh AKP di
Turki. Maka kemenangan dalam Pemilu adalah sebuah kebutuhan, begitu juga dengan
publikasi kiprah partai yang gencar. Ibarat pedagang yang menjajakan barangnya,
pastilah ia akan berusaha mempromosikan kualitas barangnya ke mana-mana. Usaha-usaha
meraih simpati rakyat adalah sesuatu yang wajar karena tanpa kemenangan besar
dalam pemilu seperti yang diraih oleh AKP maka tidak akan ada kekuatan yang
cukup dalam eksekutif dan legislatif untuk menuntaskan pemberantasan korupsi yang
tidak kunjung selesai, dan melakukan agenda perubahan lainnya yang juga sangat
tersendat-sendat. Lalu apanya yang salah? Jika PKS menang tetap rakyatlah yang pada akhirnya akan mendapat keuntungan, karena tujuan PKS memenangkan Pemilu bukanlah untuk mengenyangkan
perut sendiri.
PKS memang bukan kumpulan orang-orang yang sempurna.
Terlepas dari kemungkinan fitnah dari pihak tertentu, adanya sebagian kader
atau pengurus PKS yang terkadang melakukan kesalahan baik disengaja ataupun
tidak adalah sesuatu yang manusiawi. Namun sejauh ini PKS tetap bisa dikatakan
sebagai alternatif yang jauh lebih baik daripada partai lainnya. Maka amat
pantas jika kita memberikan dukungan kepada mereka untuk membangun Indonesia
yang adil dan sejahtera.
Mari kita renungkan sejenak petunjuk Allah Ta’ala,
{يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ. إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ
بِقَلْبٍ سَلِيمٍ}
“(Yaitu)
di hari ketika harta
dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah
dengan hati yang bersih
(selamat)” (QS asy-Syu’araa’: 89).
Jagalah hati kita, bersihkan dari prasangka dan ayo
bersama membangun negeri tercinta.
Wallahu a’lam.
( PKS Papua Barat )
( PKS Papua Barat )