إِذَا جَاء نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Ayat ini berbicara tentang apabila kemenangan itu tiba. Sebuah
'impian' yang selayaknya selalu terbayang di benak pejuang.
Seberapapun pahit dan beratnya jalan juang, kemenangan tak boleh
hapus dari ingatan.
Sebab, demikianlah adanya janji bagi setiap muslim yang teguh
berjuang; Gemilang kemenangan, bukan pedih kekalahan.
Bahkan dalam perang Ahzab, saat kondisi sangat genting, musuh di
depan berkolaborasi dan orang dekat siap menikam penuh benci,
justeru Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam katakan bhw dirinya
'Diperlihatkan singgasana Romawi & Persia' sbg isyarat ke2 kekuatan raksasa
itu akan mereka tundukkan.
Betapa Rasulullah selalu menghembuskan aura kemenangan, bukan
bayang-bayang kekalahan yang menghantui pikiran.
Hal ini tentu bukan utopia, atau sekedar pelipur lara. Tapi
keyakinan kuat tentang tabiat perjuangan,
bahwa benarnya jalan yang dijalani, kerja keras yang tak pernah
henti, sabar dan tabah menghadapi cobaan silih berganti...
dan penyandaran pada Kuasa Allah yang tak tertandingi, kan
berujung pada kemenangan yang sudah pasti.
Terlebih, kemenangan yang disebutkan dalam ayat di atas langsung
disandingkan kepada Allah Ta'ala sebagai "kemenangan Allah" (نصر
الله).
Setidaknya ada 3 makna yang dapat disimpulkan dari ungkapan
tersebut;
Pertama. Kemenangan
ini bersifat pasti. Krn dia milik Allah Ta'ala Yg Maha Kuasa. Siapakah yg mampu
menghalangi jika Dia sdah tetapkan kemnngan-Nya?
Hal ini memberi arti bahwa kemenangan itu sesungguhnya telah
Allah setting sedemikian rupa.
Sebagaimana ungkapan Sayid Qutub tentang kemenangan dalam
Dzilal-nya terkait ayat ini;
"Dia adalah kemenangan Allah yg Dia hadirkan; Pada waktu yg
Dia tetapkan, dalam bentuk yg Dia inginkan, dan dengan tujuan yg Dia gariskan"
Ibarat sebuah skenario yang sudah lengkap, dia hanya membutuhkan
pemeran yang siap memainkannya dengan prima.
Maka tugas seorang dai, aktifis dakwah & siapa saja yang
berjuang di jalan Allah, hanyalah bgmn mrk menjadi pemeran terbaik dlm lakon
ini.
Kedua. Tertutup segala celah kesombongan dan tindakan sewenang-wenang
dalam menyikapi kemenangan.
Sebuah kesadaran yang sangat halus dibangun dalam jalan
perjuangan, bahwa walaupun kita diwajibkan berjuang keras,
dan sebesar apapun kekuatan dn potensi yang dikerahkan, tetaplah
kemenangan milik Allah, krna mmang di tangan-Nyalah ketentuan itu berlaku.
Rasa syukur, tunduk, dan memuliakan Allah, hendaknya merupakan
suasana yang mendominasi jiwa saat sang pejuang meraih kemenangan.
Itu sebabnya di akhir surat ini, kemenangan gemilang hendaknya
disambut dengan tasbih, tahmid dan istighfar.
Jika kesadaran ini tak dimiliki, kemenangan lambat laun hnya
akan menggring orang yg dahulunya berjuang menentang kezaliman dan kesombongan,
justeru akan menjadikannya sebagai aktor kezaliman dan
kesombongan itu sendiri pada giliran berikutnya.
Ketiga. Karena kemenangan adalah milik Allah, Dialah yang paling berhak
menentukan untuk apa kemenangan itu digunakan.
Pada hakekatnya, kemenangan adlah sarana untuk meraih kemenangan
yang sesungguhnya, yaitu ketundukan seorang hamba di hadapan Allah Ta'ala.
Kemenangan bukanlah arena balas dendam, menumpuk kekayaan,
melampiaskan keangkuhan dan mempertontonkan kekuasaan.
Tapi kemenangan adalah utk menciptakan suasana kondusif agar
masyarakat beribadah kepada Allah Ta'ala tanpa ada yg mengusik
dan agar dakwah Islam tidak menemukan penghalang dan ancaman
untuk disampaikan kepada segenap lapisan.
(Ustadz Abdullah Haidir, Lc., @abdullahhaidir1)