Saya sangat menyesalkan kemunculan balon-balon raksasa di jalur pariwisata
di tepian jalur Terusan Suez yang bertuliskan S.O.S mengisyaratkan permintaan
tolong kepada seluruh dunia. Balon-balon ini dipasang oleh para pengusaha
Partai Nasional dan kawan-kawanya di (NSF) agar
dilihat kapal-kapal internasional yang melalui Terusan Suez ini. Saya kira ini jelas-jelas merupakan bentuk pengkhianatan terhadap negara dan pelaku serta
dalang yang ada dibalik aksi ini harus segera ditindak tegas.
Perbuatan ini seolah berupaya mencoreng wajah nasional dengan berusaha
menampilkan bahwa Mesir tengah dalam keadaan kacau balau sampai mengirinkan
sinyal permintaan tolong di jalur laut yang dilalui oleh kapal-kapal dari
berbagai belahan dunia. Para penghianat ini pun seolah mengajak bangsa asing
untuk masuk mengambil alih Terusan Suez, karena Mesir sedang tenggelam dalam
kekacauan. dan yang lebih membuat saya kecewa adalah tidak adanya reaksi baik
dari polisi maupun militer terhadap aksi yang mencoreng wajah Mesir di hadapan
dunia internasional ini.
Pesan SOS ini dan aksi-aksi sabotase lainnya terhadap pemerintahan Mesir
merupakan poin dialog saya dengan para duta besar negara-negara Asia, Selasa
lalu. Saya mengatakan bahwa apa yang terjadi saat ini adalah upaya penggagalan
terhadap program-program Presiden Muhammad Mursi dan berusaha memposisikan
Mesir menjadi negara yang gagal. Hal ini semakin mengokohkan status kelompok
oposisi yang terdiri dari empat kelompok utama mewakili 'deep state'. Pertama,
para antek rezim lama. Kedua, para pengusaha dan politikus-politikus korup yang
mengambil untung dari rezim lama dan tidak ingin kehilangan lahannya sehingga
menggelontorkan dananya untuk menimbulkan kekacauan di mana-mana. Ketiga,
birokrat Mesir era Mubarak. Keempat, sebagian media yang menyesatkan dan
meracuni pikiran rakyat Mesir yang menyiarkan kebohongan-kebohongan atas
Presiden dan kelompok-kelompok Islam secara terus-menerus.
Maka, tidak heran ketika salah seorang duta besar mempertanyakan apakah
sebagaian hakim mendukung 'deep state' ini? Karena mereka telah mengingatkan
akan kembali berlakunya perundang-undangan yang melarang para mantan tahanan
dari kalangan Islamis -yang dulu ditahan karena tidak bersedia mengikuti wajib
militer- untuk ikut serta dalam pemilu parlemen mendatang.
Tidak heran pula ketika yang lain pun ikut bertanya: "apakah polisi
juga mendukung 'deep state' ini?" Ada pula yang menanyakan apakah
kementerian luar negeri juga mendukung 'deep state' ini? Saya pun mendapatkan
rasa penasaran yang sangat besar dari para duta besar ini mengenai seperti apa
'ending' seluruh aksi-aksi sabotase dan kerusuhan yang dilakukan para penentang
pemerintah ini. Karena ini akan menjadi penentu langkah masing-masing negara
dalam menjalin hubungannya dengan Mesir.
Para duta besar negara-negara Asia ini pun khawatir jika birokrasi Mesir
ini nantinya akan mengganggu proyek-proyek di masa depan. Maka saya pun
menenangkan mereka bahwa ini hanyalah guncangan yang dialami Mesir setelah 62
tahun berada di bawah pemerintahan diktator. Ini akan segera berlalu dan
menjadikan Mesir menjadi negara yang semakin kuat di masa mendatang. Karena itu
presiden tidak ingin menggunakan kekerasan dalam menghadapi penentangnya dan
selalu berusaha mengupayakan dialog damai.
Namun yang sangat disayangkan adalah ketika saya mendapati sebagian besar
negara Asia ini mengharapkan agar Mesir mampu segera bangkit dan segera
melewati masa sulitnya, di dalam negeri kita justru menghadapi para perusuh
yang berupaya merusak citra negaranya sendiri dengan berbagai modus dan
dalih-dalih untuk melengserkan presiden yang telah dipilih secara sah dan
berupaya menghambat langkah Mesir menuju masa depan.
(sinai.blogspot.com / Mohammed Gamal Arafa; Kolumnis Mesir)
(sinai.blogspot.com / Mohammed Gamal Arafa; Kolumnis Mesir)