Aktivitas tarbiyah
seyogianya dijalankan sepekan sekali bagi orang-orang yang tinggal dengan akses
jalan dan kendaraan yang sudah dimudahkan. Berbeda dengan wilayah-wilayah
pedalaman atau yang transportasi dan akses jalan terbatas, maka bisa menjadi
maklum (ruksoh) kalau mereka
melaksanakan halaqah tarbiyah dua pekan sekali. Tetapi banyak juga dari mereka
meski akses jalan dan kendaraan sulit, ia berusaha menjalankan aktivitas
tarbiyah tetap sesuai manhaj yaitu satu pekan sekali. Subhanallah
….
(Heri Heryanto, dakwatuna.com)
….
Sekarang
coba kita tanya pada diri. Seberapa komitmenkah kita dengan aktivitas tersebut?
Kita ingat dia (tarbiyah) atau kita melupakannya.
Aktivitas yang sejatinya
sudah disepakati seminggu sekali dengan jam, hari dan tempat yang telah menjadi
kesepakatan bersama dengan mudah kita khianati dengan tanpa bukti dan dalil
syar’i.
Kita ingat dia atau kita melupakannya
Aktivitas yang sejatinya
sudah disepakati seminggu sekali, sudah tak sabar kita untuk bertemu dengannya
kembali, walau baru tiga hari lalu kita bertemu saudara-saudara kita dalam
majelis halaqah tarbiyah ini.
Kita ingat dia atau melupakannya.
Kita tanpa merasa bersalah
membiarkan sang murabbi menunggu hingga lamanya. Tak bisakah kita hadir tepat
waktu atau konfirmasi jikalau kita telat atau tidak bisa hadir dalam agenda
tarbawi.
Kita ingat dia atau kita melupakannya
Berusaha tepat waktu dan
mendahului sambil membuka buku bacaan atau mushaf al-Quran baik tilawah atau
muraja’ah, sebagai siasat menunggu kehadiran murabbi dan saudara seperjuangan
lainnya.
Kita ingat dia atau melupakannya.
Kita tanpa merasa bersalah,
tak hadir dengan tanpa kabar beritanya. Mungkin kita berfikir, memang siapa dia
sampai sampai-sampai kita harus mengabarinya. Toh tugas orang tua (tugas
kuliah) lebih penting dari pada menghadiri majelisnya.
Kita ingat dia atau kita melupakannya
Berusaha hadir dengan energi
yang terbaik meski seharian kuliah, bisnis dan berorganisasi. Kita sudah merasa
terikat dengan rukun halaqah dalam jamaah ini, menjadikan mereka sebagai
keluarga kami dan berusaha membatu kondisi dari teman-teman kami. Kita bangun
majelis ini dengan ikatan cinta karena ilahi.
Kita ingat dia atau melupakannya.
Kita tanpa bersalah tidak
hadir dalam majelisnya dan malah asik dengan pekerjaan yang sejatinya bisa kita
serahkan (delegasikan) pada orang lain atau bisa kita tunda sejenak aktivitas
itu. Karena saya ketuanya lah, saya ini it dan sebagainya. Bahkan tak jarang
kita membuat atau memilih aktivitas tandingan agar kita punya alasan untuk
tidak hadir pada aktivitas pekanan tersebut.
Kita ingat dia atau kita melupakannya
Kita luangkan waktu untuk
majelis ini, berusaha mengosongkan agenda pada malam yang sudah kita sepakati
menjadi malam cinta di pekan ini. Berusaha menggeser rapat, syura dan bertemu
dengan klien bisnis kami. Tugas kuliah pun berusaha diselesaikan sebelum
dimulainya pertemuan cinta ini atau kita tunda dan lanjutkan setelah selesainya
aktivitas lingkaran cinta ini. Karena kami rindu dengan majelis ini.
Kita ingat dia atau kita melupakannya
Kita masih belum
menjadwalkan dalam agenda kita, bahwa halaqah tarbiyah menjadi bagian dari
daftar kegiatan kita. Yang ada kita hanya menunggu apakah ada pesan dari sang
ustadz/ ketua kelompok untuk bisa hadir dalam majelis tersebut. Tak ada
inisiatif untuk bertanya atau mengingatkan murabbi atau teman-teman satu
kelompoknya. Jika tak ada pesan atau pengingat lainnya tak jarang kita berdalih
lupa. Jangankan menanyakan informasi atau materi di majelis tersebut,
menanyakan kapan pertemuan selanjutnya pun kita pun masih sungkan…
Kita ingat dia atau kita melupakannya
Berusaha memastikan jadwal
kembali, kapan pertemuan cinta dalam pekan ini. Meski baru saja 3 hari lalu dilalui
dan berusaha mengingatkan murabbi dan teman seperjuangan jika tak ada pesan
yang singgah sebagai notifikasi halaqah pekan ini. Kita bersemangat
menghadirkan saudara kita dalam majelis halaqah ini, meski bonus sms sudah
tidak ada lagi dan meski pulsa pun harus saatnya diisi.
Kita ingat dia atau kita melupakannya
Tarbiyah memang bukan
segala-galanya tapi segala-galanya berawal dari tarbiyah. Berawal dari
kesadaran kita mengkaji ilmu qauniyah dan qauliyah dengan itu tsaqafah dan
pemahaman kita insya Allah bertambah.
Ya Allah, sungguh Engkau tahu bahwa hati-hati ini telah berkumpul
dalam kecintaan kepada-Mu, telah bertemu dalam ketaatan kepada-Mu, telah
bersatu dalam dakwah-Mu, telah berjanji untuk membela syariat-Mu.
Maka eratkanlah Ya Allah, rabithahnya (ikatannya), abadikan
kecintaannya, tunjukilah jalan-jalannya, isilah hati-hati ini dengan cahaya-Mu
yang tak pernah padam, luaskanlah dada-dadanya dengan luapan iman kepada-Mu,
keindahan tawakkal kepada-Mu, hidupkan dengan ma’rifat-Mu, matikanlah dalam syahadat
di jalan-Mu.
Sungguh Engkau sebaik-baik Pelindung dan Penolong. “Ya Allah, sesungguhnya Engkau
mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun karena mengasihi-Mu, bertemu
untuk mematuhi (perintah)-Mu, bersatu memikul beban dakwah-Mu, hati-hati ini telah
mengikat janji setia untuk mendaulat dan menyokong syariat-Mu.
(Heri Heryanto, dakwatuna.com)
Post a Comment