Sabtu (15/11) bertempat di SDIT Insan Mulia
Manokwari, DPD PKS Kabupaten Manokwari menyelenggarakan Tatsqif untuk kader
awal dan pemulanya dengan tema "Menjaga NKRI" oleh ustadz Cahyadi
Takariawan. Kegiatan yang dihadiri kurang lebih 30 peserta itu diawali
dengan pemaparan beliau tentang makna Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beliau menjelaskan kilas balik secara umum tentang perkembangan bangsa Indonesia.
Beliau mengutip pandangan beberapa ahli tentang perkembangan umum suatu negara
yang pada dasarnya tidak memiliki batas.“ Perkembangan suatu Negara itu tidak
terbatas baik masyarakat, batas negara, maupun nama dan maksud negara tersebut.
Yang paling mempengaruhi hal-hal tersebut adalah teknologi yang oleh karena
itulah muncul Globalisasi”, papar beliau.
Globalisasi
menurut beliau memiliki dua hal yang sama sekaligus berbeda, yaitu Homogenisasi
dan Diferensiasi. “Homogenisasi menciptakan keseragaman lintas daerah,
Negara maupun benua. Menyebabkan pertukaran informasi antar manusia yang
berjarak jauh dalam waktu singkat, bahkan lebih daripada itu", ungkap
beliau sambil mencontohkan bagaimana masyarakat pedalaman Papua mengalami efek
globalisasi akibat keberadaan Freeport di Tembagapura.
Berbeda
dengan Homogenisasi, Diferensiasi menciptakan sekat di dalam konteks keseragaman.
Dengan adanya keseragaman akibat globalisasi, muncul rasa individual
dalam masyarakat yang merasakan perbedaan dalam keseragaman. Muncullah
pemahaman perlu adanya perbedaan
dalam kelompok masyarakat baik ras, rambut, warna kulit, maupun asal. Keunikan
Diferensiasi adalah menciptakan perbedaan dalam keseragaman berdasarkan hal
yang mendasar dalam kehidupan manusia. Hal inilah yang memberikan alasan untuk kemerdekaan
beberapa bangsa di dunia, contohnya Ceko dan Slovakia.”
Homogenisasi
dan Diferensiasi pada umumnya tidak memberi masalah berarti dalam perkembangan sebuah negara. Namun yang
terjadi di Indonesia, kedua hal ini menjadi alasan serta alat negara lain untuk
mengancam kedaulatan bangsa dan negara Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa hal
tersebut berimbas pada problematika bangsa dalam konteks nasional, seperti
korupsi dan penyelewengan hak rakyat oleh “mafia-mafia” yang secara sadar
menghisap kekayaan alam maupun asset negara yang semestinya untuk kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat menjadi milik pribadi maupun kelompoknya bahkan hingga
diberikan secara sengaja kepada negara asing.
“Problematika
inilah yang membuat kita harus bertindak dengan langkah menguasa lembaga
legislatif negara melalui partai politik, atau parpol. Namun kenyataan yang
terjadi beberapa parpol di parlemen yang notabene muslim cenderung tidak peduli
dengan kedaulatan bangsa, hanya mementingkan kepentingan dan stabilitas
parpolnya, sehingga jangan heran Indonesia tetap terkurung dalam masalah
korupsi dan masalah birokrasi, walaupun 80% dari total masyarakatnya adalah
muslim”, ungkapnya.
Kajian
berlanjut dengan pembahasan sumberdaya alam Indonesia yang belum dioptimalkan
oleh pemerintah, namun justru dimanfaatkan negara asing dengan cara yang tidak
benar dan merugikan rakyat Indonesia. Kegiatan berakhir pukul 15.30 WIT. Sayangnya, peserta tidak
sempat bertukar pendapat dengan ustadz Cahyadi dikarenakan agenda beliau yang
cukup padat. (AR)